Teori-teori Sosiologi

Minggu, 03 Juli 2011

REVIEW DAS KAPITAL BAB 38


SEWA DIFERENSIAL PADA UMUMNYA

Dalam analisis mengenai sewa-tanah, pertama sekali kita memulai dari asumsi bahwa produk-produk yang membayar suatu sewa  jenis ini –yang berarti satu bagian dari nilai-lebihnya– dan oleh karena  itu semua sewa komoditi lainnya dibayar menurut harga produksi- nya. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa harga jual  rata-rata produk-produk adalah setara dengan harga-harga produksinya.  Pertanyaannya kemudian bagaimana suatu sewa-tanah dapat berkembang berdasarkan asumsi diatas.
Untuk mendemonstrasikan sifat umum dari bentuk sewa-tanah, asumsi utamanya adalah pabrik-pabrik di suatu negeri digerakkan oleh mesin-mesin uap dan air-terjun  alami (digerakkan oleh tenaga air). Harga produksi, sebagaimana kita jelaskan di muka, ditentukan  bukan oleh harga ongkos individual dari seseorang pengusaha industri yang  memproduksi sendiri, melainkan ditentukan oleh biaya komoditi dalam kondisi rata-rata dari seluruh modal dalam bidang produksi itu.
Hal tersebut dapat dilihat dari dua hal berikut:  Pertama-tama, laba surplus dari para produsen yang menggunakan tenaga-air alami sebagai tenaga penggerak berprilaku seperti  sesuatu laba surplus lain yang bukan merupakan hasil kebetulan dari  transaksi-transaksi dalam proses sirkulasi, dari fluktuasi-fluktuasi dalam harga pasar. Laba surplus dengan demikian setara dengan  perbedaan antara harga produksi individual dari para produsen yang  diuntungkan dan harga produksi umum masyarakat dalam bidang produksi  secara keseluruhan, yang menguasai pasar itu.
Penggunaan produktivitas kerja individual yang lebih besar ini mengurangi  nilai komoditi itu, dan harga pokok penjualannya dan karenanya harga  produksinya juga. Bagi pengusaha industri, hal ini menyuguhkan dirinya  dengan cara, bahwa harga pokok komoditi itu bagi dirinya adalah kurang. Ia mesti membayar lebih  sedikit kerja yang diwujudkan, dan secara sama lebih sedikit upah untuk  tenaga-kerja hidup yang digunakan. Karena harga pokok komoditinya lebih  kecil, demikian pula harga produksi individualnya.
Harga pokoknya adalah 90  sebagai gantinya 100. Dan begitulah harga produksi individualnya juga hanya  103  sebagai gantinya 115 (100:115 = 90:103 ). Perbedaan antara harga  produksi individualnya dan yang umum ditentukan oleh perbedaan antara  harga pokok individualnya dan harga pokok umum. Ini merupakan salah-satu  dari besaran-besaran yang menetapkan batas pada laba surplusnya.
Oleh sebab satu batas pada laba surplus ini ialah tingkat harga umum produksi,  dan tingkat laba umum merupakan satu faktor darinya, maka laba surplus dapat  lahir hanya dari perbedaan antara harga-harga produksi umum dan individual,  dan karenanya dari perbedaan antara tingkat laba individual dan tingkat laba  umum. Suatu kelebihan/ekses di atas dan melampaui perbedaan ini akan  mengandaikan penjualan produk itu di atas harga produksi yang ditentukan  oleh pasar, dan tidak menurut harga ini.  
Kedua, laba surplus pengusaha manufaktur yang menggunakan tenaga-air  alami sebagai tenaga penggeraknya sebagai gantinya uap sejauh ini belum  dibedakan dengan sesuatu cara apapun dari semua laba surplus lainnya. Semua  laba surplus yang normal, yaitu dengan mengecualikan yang dilahirkan oleh  transaksi-transaksi bisnis kebetulan atau oleh fluktuasi-fluktuasi dalam harga  pasar, ditentukan oleh perbedaan antara harga produksi individual dari  komoditi yang diproduksi oleh kapital tertentu ini dan harga umum produksi  yang menentukan harga-harga pasar dari komoditi untuk kapital yang langsung Text Box:  1  di seberang bidang produksi ini – harga pasar komoditi untuk seluruh kapital  yang diinvestasikan dalam bidang produksi ini.
Dalam hal yang pertama, pada suatu tenaga alami, kekuatan pendorong  tenaga-air yang disediakan oleh alam sendiri dan tidak sendirinya produk kerja,  tidak seperti batu-bara yang mengubah air menjadi uap, yang mempunyai nilai  dan mesti dibayar dengan suatu kesetaraan, yaitu berongkoskan sesuatu. Ia  merupakan suatu agen produksi alami, dan tiada kerja masuk menciptakannya.  
Sebaliknya. Penerapan sederhana tenaga-tenaga alam dalam industri dapat  mempengaruhi tingkat dari tingkat umum laba, melalui jumlah kerja yang  diperlukan untuk memproduksi kebutuhan hidup yang diperlukan. Namun ia  tidak pada dan dari sendirinya menciptakan sesuatu perbedaan dari tingkat  umum laba, dan adalah justru ini yang kita bahas sekarang. Selanjutnya, laba  surplus yang sebaliknya mungkin diwujudkan oleh suatu kapital individual  dalam bidang produksi tertentu –karena perbedaan-perbedaan dalam tingkat   Ini mungkin mesti dibaca “produktivitas kerja.” 
Sebab bagi laba surplus dalam kasus ini dengan demikian melekat dalam  kapital itu sendiri (termasuk kerja yang telah digerakkannya), apakah suatu  perbedaan dalam besaran dari kapital yang digunakan atau suatu penerapan  yang lebih efisien darinya; dan tiada yang secara tetap melekat mencegah  semua kapital dalam bidang produksi yang sama untuk diinvestasikan dengan  cara yang sama. Persaingan antara kapital-kapital sesungguhnya cenderung  pada yang sebalikinya, ia cenderung lebih dan semakin membatalkan  perbedaan-perbedaan ini; penentuan nilai oleh waktu-kerja perlu masyarakat  mengakibatkan menjadi murahnya komoditi dan paksaan untuk memproduksi  komoditi dalam kondisi-kondisi menguntungkan yang sama.
Jika kita sekarang membayangkan bahwa air-air terjun bersama dengan  tanah yang di atasnya air-terjun itu berlokasi, berada dalam tangan pelaku-pelaku yang diterima sebagai para pemilik bagian-bagian bulatan bumi itu,  sebagai para pemilik-tanah, maka ini berada dalam suatu kedudukan untuk  mencegah penggunaan kapital pada air-terjun itu dan pemanfaatannya oleh  kapital. Mereka dapat mengijinkan penggunaan ini atau menolaknya. Namun  kapital tidak dapat menciptakan sebuah air-terjun dari sumbernya  sendiri.
Laba surplus yang timbul dari penggunaan air-terjun itu dengan  demikian tidak lahir dari kapital itu melainkan lebih dari penggunaan kapital  atas suatu tenaga alam yang dapat dimonopoli dan yang dimonopoli. Dengan  kondisi-kondisi ini, laba surplus ditransformasi menjadi sewa-tanah, yaitu ia  ditambahkan pada pemilik air-terjun itu.
Jika para pengusaha manufaktur  membayar kepada yang tersebut terakhir itu £10 per tahun untuk air-terjun itu,  maka labanya menjadi £15, 15 persen atas £100 yang kini merupakan jumlah  dari ongkos-ongkos produksinya. Dan ia masih berada dalam suatu kedudukan  yang sama baiknya, jika tidak lebih baik daripada, para kapitalis lainnya dalam  bidang produksi ini yang beroperasi dengan uap. Tiada yang berubah jika si  kapitalis memiliki sendiri air-terjun itu. Ia masih menarik laba surplus £10  tidak sebagai kapialis, melainkan sebagai pemilik air-terjun itu; dan justru  bahwa sebab yang menimbulkan kelebihan ini tidak dari kapitalnya yang  sebenarnya, melainkan lebih dari pembagiannya atas suatu tenaga alam yang  terbatas dalam jangkauan, yang dapat dipisahkan dari kapitalnya, dan dapat  dimonopoli, ia ditransformasi menjadi sewa-tanah. 
Pertama-tama, jelas bahwa sewa ini selalu suatu sewa diferensial, karena ia  tidak menyumbang dalam menentukan harga produksi umum komoditi itu,  melainkan menganggap ini sebagai ditentukan. Ia selalu lahir dari perbedaan  antara harga produksi individual dari kapital tertentu yang telah mendapatkan  tenaga alam yang dimonopoli itu tersedia baginya, dan harga produksi umum  bagi kapital yang diinvestasikan dalam bidang produksi bersangkutan. 
Kedua, sewa-tanah ini tidak berasal dari sesuatu kenaikan mutlak dalam  produktivitas kapital yang digunakan atau dari kerja yang dikuasainya, yang  hanya dapat mengurangi nilai komoditi; ia lahir dari hasil-hasil yang secara  relatif lebih besar dari kapital-kapital tertentu yang diinvestasi dalam suatu  bidang produksi, jika dibandingkan dengan investasi-investasi kapital yang  dikecualikan dari kondisi-kondisi produktivitas yang luar-biasa mengun-tungkan yang telah diciptakan oleh alam.

Ketiga, tenaga alam bukan sumber dari laba surplus, melainkan semata-mata suatu dasar alami untuknya, karena ia merupakan dasar alami dari luar-biasa meningkatnya produktivitas kerja. Nilai-pakai juga pengandung nilai-tukar, namun bukan sebabnya. Jika nilai-pakai yang sama dapat diperoleh  tanpa kerja, ia tidak akan mempunyai nilai-tukar. Sebaliknya, namun, sebuah  barang tidak dapat mempunyai nilai-tukar tanpa mempunyai nilai-pakai, yaitu  tanpa merupakan suatu pengandung kerja alami seperti itu.
Keempat, Kepemilikan atas tanah dalam air-terjun itu pada dan dari  sendirinya tidak mempunyai hubungan apapun dengan penciptaan bagian nilai-lebih (laba) dan karenanya dari harga komoditi yang telah diproduksi dengan  bantuan air-terjun itu. Laba surplus ini ada bahkan jika tidak terdapat  pemilikan atas tanah, jika misalnya tanah yang di atasnya air-terjun itu  berlokasi dapat digunakan oleh pengusaha manufaktur sebagai tanah yang  tidak bertuan. Dengan demikian kepemilikan atas tanah tidak menciptakan  bagian nilai yang telah ditransformasi menjadi laba surplus; lebih tepatnya ia  semata-mata memungkinkan pemilik-tanah, pemilik air-terjun itu, untuk  menarik laba surplus ini keluar dari saku pengusaha manufaktur itu dan masuk  ke dalam sakunya sendiri. Ia tidak merupakan sebab dari penciptaan laba  surplus ini, melainkan semata-mata dari transformasinya menjadi bentuk sewa-tanah, karenanya dari penguasaan bagian laba ini atau harga komoditi oleh  pemilik-tanah atau pemilik air-terjun.  
Kelima, jelas bahwa harga air-terjun itu, yaitu harga yang akan diterima  pemilik-tanah jika kita menjualnya pada suatu pihak ketiga atau pada  pengusaha manufaktur itu sendiri, pada mulanya tidak secara langsung masuk  ke dalam harga produksi dari komoditi bersangkutan, sekalipun ia memang  masuk ke dalam harga individual bagi si pengusaha manufaktur itu; karena  sewa dalam kasus ini lahir dari harga produksi komoditi dari jenis yang sama  yang diproduksi dengan mesin-uap, yang ditentukan secara bebas dari air-terjun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar