Teori-teori Sosiologi

Minggu, 05 Juni 2011

Battle in seattle: Sebuah Review (1)


Battle in seattle adalah sebuah film yang menceritakan aksi demonstrasi di seattle pada November 1998. Film ini diangkat dari sebuah kisah nyata yang terjadi di sattle dimana saat itu terjadi aksi penolakan terhadap WTO (world Trade Organization) yang dianggap sebagai musuh utama mereka karena kehadiran WTO ternyata menyebarkan ketakutan baru dalam dunia gelobal karena segala sesuatu di leberalisasikan dan hanya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar dan juga oleh Negara yang berkuasa.
Berlatar belakang kisah nyata tersebut , film ini bisa dikatakan secara jelas menjadi manifestasi  domentasi penolakan masyarakat dunia terhadap globalisasi terutama dalam hal ini adalah amerika. Dalam konteks globalisasi, penolakan terhadap WTO ini memang menjadi salah satu pilihan yang diambil, kemudian dengan pengejawantahan dalam bentuk  aksi demonstarasi damai. 
Setting film ini dimulai dari beberapa orang yang kecewa terhadap WTO yang kemudian mengakomodir massa untuk melakukan penolakan terhadap WTO. Aksi demonstrasi yang awalnya berjalan damai kemudian berakhir dengan kericuhan dimana banyak kemudian demonstaran yang menjadi korban. Salah satunya adalah istri seorang polisi huru-hara yang bertugas sebagai pengaman menjadi korban, padahal ia sedang dalam kondisi hamil.
Aksi demonstrasi yang kemudian menjadi anarkhi sebenarnya bukan tanpa sebab, karena dalam film tersebut dapat dilihat bahwa sesungguhnya aksi demontrasi penolakan terhadap WTO dirancang sebagai aksi damai. Namun demikian, keberhasilan para demonstrasi mengorganisir diri dengan baik dan kemudian menguasai beberapa titik penting, kemudian melakukan barikade untuk menyegel beberapa tempat, diantaranya lokasi Paramont. Diblokirnya beberapa titik oleh para demonstran berakibat pada tertutupnya akses bagi para anggota delegasi untuk sampai kelokasi pertemuan, padahal sebelumnya  sudah diprediksikan bahwa aksi penolakan tidak begitu berpengaruh terhadap jalannya pertemuan para petinggi-petinggi WTO.
Menyikapi hal tersebut pada akhirnya terjadi “pembajakan” dalam aksi demonstrasi yang berjalan damai. Dimana polisi menyusup kedalam kerumunan demonstran kemudian menghancurkan beberapa pusat perbelanjaan. Hal ini kemudian dijadikan alasan untuk membubarkan aksi demonstran yang damai tersebut. Pembubaran ini berlangsung anarkis sehingga pada akhirnya aksi tersebut menjadi malapetaka.
Melihat kontek konflik yang ada dalam film battle in sattle secara lebih jelas kita dapat mengerti tentang bagaimana konflik itu terjadi dengan menggunakan perspektif teori konflik yang ditawarkan oleh John Galtung. Menurutnya, konfli, merupakan benturan fisik dan verbal yang kemudian menimbulkan penghancuran sebagaimana yang terjadi dalam konflik yang terjadi di Sattle. Konflik itu terjadi karena hubungan antara actor yang ada dalam  film tersebut perbedaan pendapat yang dapat dilihat dari dialog dari film terseut adalah pada saat oknum polisi yang menyamar sebagai anggota demonstran melakukan pengrusakan kemudian dicegah oleh J aldien dan  ela. Perbedaan-perbedaan yang ada tersebut pada akhirnya terakumulasi menjadi konflik. Ini selaras dengan pendapat Johan Galtung bahwa sumber konflok bermuara pada dua hal, yaitu perbedaan kepentingan antar actor serta nilai yang berbeda dari berbagai actor tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar