Sosiologi adalah studi tentang strata social (struktur) dan dinamika social (proses/fungsi) menurut August Comte. Lahirnya fungsionalisme struktural sebagai suatu perspektif dalam sosiologi di peroleh dari seorang sosiolog Perancis yaitu Emile Durkheim. Ia melihat masyarakat modern sebagai keseluruhan organis yang memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus di penuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal tetap langgeng, dan tidak berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis. Fungsionalisme Durkheim ini dikembangkan oleh Bronislaw Malinowski dan A. R. Radclieff Brown. Pemahaman Brown mengenai fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer :
“Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang seperti penghukuman kejahatan atau upacara penguburan merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan karena itu merupakan sumbangan yang di berikannya bagi pemeliharaan kelangsungan struktural.”
Malinowski dan Radclieff Brown, yang sangat di pengaruhi oleh teori Durkheim, mempengaruhi sosiolog Amerika yaitu Talcott Parsons dan sebagai instruktur muda Parsons memperkenalkan perspektif fungsionalisme kepada Robert K. Merton. Kemudian Robert K. Merton mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme.
Karya awal Merton sangat di pengaruhi oleh Weber seperti yang terlihat dalam disertasi doktoralnya yang menganalisa perkembangan ilmu pada abad ke-17 di Inggris. Ia menunjukkan korelasi antara etika Protestan dan perkembangan kapitalisme, bahwa “beberapa elemen Etika Protestan terkandung di dalam dunia kegiatan keilmuan dan sangat membekas pada sikap-sikap para ilmiawan terhadap pekerjaan mereka” (Merton 1936:3). Pengaruh Weber juga dapat dilihat dalam batasan Merton tentang birokrasi modern.
Model analisa fungsional Merton merupakan hasil perkembangan pengetahuannya dari Max Weber, William I. Thomas, dan Emile Durkheim.
BAB II
PEMBAHASAN
Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton
Teori fungsional struktural bukan hal yang baru lagi didalam dunia sosiologi modern, teori ini pun telah berkembang secara meluas dan merata. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yg terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan hilang dengan sendirinya. Robert K. Merton berpendapat bahwa obyek analisa sosiologi adalah fakta sosial seperti: peranan sosial, pola-pola institusional, proses sosial, organisasi kelompok, pengendalian sosial dan sebagainya. Konsep-konsep utamanya adalah: fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium).
Fungsionalisme manifest yaitu consensus objektif yang membantu penyesuaian atau adaptasi dari system dan itu disadari oleh partisipan atau anggota system itu. Misalnya analisis terhasap praktek kebuadayaan.
Fungsionalisme laten yaitu fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak disadari. Contoh pembelian sebuah mobil berfungsi untuk transportasi, tetapi kalau membeli mobil mewah akan memunculkan fungsi laten dengan mempertontonkan kemewahan dan status social kepada masyarakat.
Merton memulai analisa fungsionalnya dengan menunjukkan beberapa hal yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Merton mengeluh terhadap kenyataan bahwa “sebuah istilah terlalu sering digunakan untuk melambangkan konsep-konsep yang berbeda-beda, seperti halnya dengan konsep yang sama yang digunakan sebagi symbol dari istilah-istilah yang berbeda” (Merton 1976: 74).
Merton mengutip tiga postulat yang terdapat di dalam analisa fungsional yang kemudian disempurnakannya satu demi satu.
1. Kesatuan fungsional masyarakat : seluruh system social bekerja sama dalam suatu tingkatan yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan. Contoh beberapa kebiasaan masyarakat fungsional bagi suatu kelompok, tapi disfungsional bagi kelompok lain. Agama dapat menghasilkan kohesi social bagi suatu masyarakat tetapi juga disfungsi atau disintegrative bagi kelompok lain. Bisa dilihat konflik antar muslim, muslim-kristen, katolik-protestan. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. Fungsionalisme universal : seluruh bentuk system-sistem social dan budaya yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Merton memperkenalkan konsep disfungsi dan fungsi positif mengenai system social. Terhadap postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
3. Dalam setiap peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil, dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system sebagai keseluruhan. Ini disebut postulat indispensability. Menurut Merton, postulat yang ketiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.
Di dalam menyatakan keberatannya terhadap ketiga postulat itu, Merton menyatakan bahwa (1) kita tidak mungkin mengharapkan terjadinya integrasi masyarakat yang benar-benar tuntas, (2) kita harus mengakui baik disfungsi maupun konsekuensi fungsional yang positif dari suatu elemen cultural (3) kemungkinan alternative fungsional harus diperhitungkan dalam setiap analisa fungsional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Merton telah menghabiskan karir sosiologisnya dalam memersiapkan dasar struktur fungsional untuk karya-karya sosiologis yang lebih awal dan dalam mengajukan model atau paradigma bagi analisa structural. Merton melakukan rincian lebih lanjut dalam analisis fungsional dengan memperkenalkan konsep fungsi, disfungsi, fungsi laten, dan fungsi manifest. Pemahaman mengenai berbagai konsep ini perlu, karena menurutnya para tokoh fungsionalisme sebelumnya hanya menitikberatkan perhatian mereka pada konsep fungsi saja dan mengabaikan konsep disfungsi dan fungsi laten. Dia menolak postulat-postulat fungsionalisme yang masih mentah, yang menyebarkan faham “kesatuan masyarakat yang fungsional”, “fungsionalisme universal”, dan “indispensability”. Merton mengetengahkan konsep disfungsi, alternative fungsional dan konsekuensi keseimbangan fungsional, serta fungsi manifest dan laten, yang dirangkainya ke dalam suatu paradigma fungsionalis. Walaupun kedudukan model ini berada di atas postulat-postulat fungsionalisme yang lebih awal, tetapi kelemahannya masih tetap ada. Masyarakat dilihat sebagai keseluruhan yang lebih besar dan berbeda dengan bagian-bagiannya. Individu dilihat dalam kedudukan abstrak, sebagai pemilik status dan peranan yang merupakan struktur. Konsep abstrak ini, memperbesar tuduhan bahwa paradigma tersebut mustahil untk diuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar