Teori-teori Sosiologi

Minggu, 05 Juni 2011

Dilemma pasar Di indonesia (antara pasar tradisional dan pasar modern)

                 Persaingan pasar yang semakin kuat di masa sekarang ini, menghasilkan sebuah dilema. Dengan semakin beragamnya aktor yang terlibat dalam perekonomian pasar membuat dua generasi pasar yaitu pasar tradisional dan pasar atau toko modern saling beradu kekuatan. Masing-masing pasar tersebut memiliki basis masa tersendiri. Pasar tradisional yang dengan merupakan pasarnya masyarakat lapis bawa cenderung dirugikan dengan hadirnya toko-toko modern.
                 Dibukanya tempat-tempat perbelanjaan modern di kota-kota besar menimbulkan kegamangan akan nasib pasar tradisional skala kecil dan menengah di wilayah perkotaan. Hilangnya pasar tradisional yang telah berpuluh tahun menjadi penghubung perekonomian pedesaan dengan perkotaan dikhawatirkan akan mengakibatkan hilangnya lapangan pekerjaan.
                 Di Indonesia, supermarket lokal telah ada sejak 1970-an, meskipun masih terkonsentrasi di kota-kota besar. Pemberlakukan liberalisasi sektor ritel pada 1998 menjadi awal masuknya ritel asing ke pasar dalam negeri. Akibatnya, persaingan dunia saudagar pun semakin sengit. Meningkatnya persaingan telah mendorong kemunculan supermarket di kota-kota yang lebih kecil dalam rangka untuk mencari pelanggan baru dan terjadinya perang harga. Akibatnya, persaingan bukan hanya antarsesama pasar modern, pasar tradisional pun menjadi korban persaingan ini. Sebab, supermarket tidak hanya mengincar pasar kelas menengah ke atas, tetapi juga kelas bawah. Dengan, kondisi ini menyebabkan pasar tradisional kehilangan pelanggan akibat membanjirnya produk-produk bermutu dengan harga murah dan lingkungan perbelanjaan lebih nyaman yang disediakan. Lambat laun, sejumlah pasar tradisional gulung tikar.
Pembahasan
                 Pertumbuhan pasar tradisonal hanya 5% per tahun, sedangkan pasar modern mencapai 16%. Sementara berdasarkan data Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), untuk di Jakarta saja, hingga 2007 sudah ada tujuh pasar yang tutup. Persoalan ini tentu juga dialami di negara berkembang lainnya. Kendati persaingan antar supermarket secara teoritis menguntungkan konsumen, dan mungkin perekonomian secara keseluruhan, tetapi dampaknya pada pasar tradisional tidak bisa dihindari.
                 Dengan berbagai persoalan yang dihadapi pasar tradisional selama ini, sangat mustahil bisa bersaing dengan ritel modern. Apalagi, pasar tradisional identik dengan tempat kumuh, semrawut, kotor, tindakan kriminal tinggi, tidak nyaman, fasilitas minim seperti parkir, toilet, tempat sampah, listrik, air, jalan becek dan sempit. Bandingkan dengan ritel modern yang nyaman, aman, dan harga bahkan lebih murah untuk ritel-ritel tertentu. Jangankan pasar tradisonal, berdirinya pasar modern besar juga telah mematikan mall-mall lainnya yang lebih kecil. Ditingkat ini rupanya pasar benar-benar seperti rimba belantara tanpa aturan, karena persaingan dimenangkan oleh yang paling kuat, paling besar dan paling menguasai.
                 Hal tersebut sangat berdampak pada pasar tradisional, karena dipasar inilah sesungguhnya perputaran ekonomi masyarakat terjadi. Disini uang beredar dibanyak tangan, tertuju dan tersimpan dibanyak saku, rantai perpindahannya lebih panjang, sehingga kelipatan perputaran yang panjang itu berdampak pada pergerakan perekonomian bagi kota dan daerah. Berbeda dengan pasar modern besar, semua uang yang dibelanjakan tersedot pada hanya segelintir penerima yang disebut dengan kasir dan efeknya bagi perputaran ekonomi lebih pendek, karena itu sesungguhnya tidak terlalu membawa dampak pada perputaran sektor lain diluar dirinya.
                 Teori ini merupakan teori ekonomi makro sederhana, dimana bila uang disatu daerah rantai perpindahannya lebih panjang, maka uang tersebut akan mampu membawa perputaran ekonomi lebih tinggi bagi daerah tersebut, sebaliknya bila rantai perputarannya pendek maka tidak akan banyak memberi dampak kemajuan ekonomi.
Catatan kritis
                 Jika dilihat dari berbagai segi antara pasar tradisional dan pasar modern dapat dikatakan bahwa yang terjadi pada dasarnya bukan persaingan, tetapi penindasan kemudian lubang kubur bagi pasar teradisional yang dilahirkan oleh kebijakan yang tidak sensitif pada nasib pedagang tradisional. Bukanlah persaingan bila keseimbangan tidak terjadi. Persaingan diawali dari kesetaraan, kesesimbangan dan kesamaan posisi.
                 Persaingan hanya memberi ruang kompetisi strategi, karena itu persaingan selalu saja berada dalam satu kelas yang sama, strata yang sama atau cakupan yang sama. Bukanlah persaingan bila pesertanya tidak seimbang, karena yang akan terjadi justru pembantaian.
Referensi :
Baso Swasta dan Irawan, , 2002.  Manajemen Pemasaran Modern, Liberty, Yogyakarta: Delta Khoirunnisa
Sutisna, 2001. Prilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran,  Yogyakarta : Remaja Rosdakarta
Rahman, Afzalur. . 1995,  Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Wakaf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar